Dhahana menjelaskan bahwa kohabitasi, menurut KUHP yang
baru, didefinisikan sebagai hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan
pernikahan yang sah. Perzinaan juga tetap dianggap sebagai tindak pidana dalam
KUHP baru, sesuai Pasal 411, yang menetapkan bahwa persetubuhan dengan orang yang
bukan suami atau istri akan dikenakan pidana perzinaan.
Meskipun demikian, baik kohabitasi maupun perzinaan
merupakan delik aduan terbatas, artinya hanya dapat diproses hukum jika ada
pengaduan dari pihak yang dirugikan, seperti suami, istri, orang tua, atau anak
dari pihak yang terlibat.
Dhahana mengakui bahwa masalah ini memicu polemik. Beberapa
pihak menuntut hukuman karena dianggap tidak sesuai dengan nilai sosial dan
agama, sementara yang lain menolak intervensi negara dalam urusan pribadi.
"KUHP berusaha menemukan keseimbangan antara
menghormati hak individu dan menegakkan norma sosial yang berlaku,"
ungkapnya. Ia mengimbau masyarakat untuk memahami aturan ini dengan baik agar
dapat menghindari konsekuensi hukum yang diatur dalam KUHP baru.
Sumber : Riau Pos